Diberdayakan oleh Blogger.

Ringkasan Sejarah Bab 2 kelas11






BAB 2
Pembahasan
A.  Mengevaluasi Perang Melawan Keserakahan Kongsi Dagang (abad ke-16 sampai abad ke-18)
       devide et imperaditerapkan oleh Belanda, tetapi Nuku bergeming. Dengan dukungan para penguasa dari Papua dan Halmahera, bahkan juga Inggris,pasukan Nuku semakin berjaya. Belanda harus mengakui keunggulan Sultan Nuku.
1.  Nah, apa kamu tahu siapa Pangeran Nuku itu?
2.  Mengapa Nuku melancarkan perlawanan terhadap Belanda?
3.  Bagaimana wujud politik devide et impera Belanda dalam
     memerangi Nuku?
4.   Nuku berjuang tidak sendirian, tetapi keberhasilan Nuku karena kerja sama antarkekuatan masyarakat. Coba tunjukkan kebersamaan yang dibangun Sultan Nuku sehingga berhasil memulihkan kedaulatan Tidore dan sekitarnya. Uraian di atas menunjukkan salah satu perlawanan terhadap kezaliman dan dominasi asing yang menjajah bumi Nusantara ini.

2.1Aceh Versus Portugis dan VOC
          Setelah Malaka jatuh ke tangan Portugis pada tahun 1511, justru membawahikmah bagi Aceh. Banyak para pedagang Islam yang menyingkir dariMalaka menuju ke Aceh. Dengan demikian perdagangan di Aceh semakin ramai. Hal ini telah mendorong Aceh berkembang menjadi bandar dan pusatperdagangan. Perkembangan Aceh yang begitu pesat ini dipandang olehPortugis sebagai ancaman, oleh karena itu, Portugis berkehendak untukmenghancurkan Aceh. Pada tahun 1523 Portugis melancarkan serangan keAceh di bawah pimpinan Henrigues, dan menyusul pada tahun 1524 dipimpinoleh de Sauza.Misalnya, pada saat kapal-kapal dagang Aceh sedang berlayar di Laut Merah pada tahun 1524/1525 diburu oleh kapal-kapal Portugis untuk ditangkap.Sebagai persiapan Aceh melakukan langkah-langkah antara lain:
1.  Melengkapi kapal-kapal dagang Aceh dengan persenjataan, meriam
dan prajurit
2.  Mendatangkan bantuan persenjataan, sejumlah tentara dan beberapa
ahli dari Turki pada tahun 1567.
3.  Mendatangkan bantuan persenjataan dari Kalikut dan Jepara.
          Sebagai tindakan balasan pada tahun 1569 Portugis balik menyerang Aceh, tetapi serangan Portugis di Aceh ini juga dapat digagalkan oleh pasukan Aceh.Rakyat Aceh dan para pemimpinnya selalu ingin memerangi kekuatan dan dominasi asing, oleh karena itu, jiwa dan semangat juang untuk mengusir Portugis dari Malaka tidak pernah padam. Pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda (1607-1639), semangat juang mempertahankan tanah air dan mengusir penjajahan asing semakin meningkat. Iskandar Muda adalah
raja yang gagah berani dan bercita-cita untuk mengenyahkan penjajahan asing, termasuk mengusir Portugis dari Malaka.  Angkatan lautnya diperkuat dengan kapal-kapal besar yang dapat mengangkut 600-800 prajurit. ementara itu untuk mengamankan wilayahnya yang semakin luas meliputi Sumatera Timur dan Sumatera Barat, ditempatkan para pengawas di jalur-jalur perdagangan. Para pengawas itu ditempatkan di pelabuhan-pelabuhan penting seperti di Pariaman. Para pengawas itu umumnya terdiri para panglima perang. pada tahun 1629 Iskandar Muda melancarkan serangan ke Malaka.
2.2Maluku Angkat Senjata
           Portugis berhasil memasuki Kepulauan Maluku pada tahun 1521. Mereka memusatkan aktivitasnya di Ternate. Pada tahun 1529 terjadi perang antara Tidore melawan Portugis. Penyebab perang ini karena kapal-kapal Portugis menembaki jung-jung dari Banda yang akan membeli cengkih ke Tidore.
          Terjadilah perang antara Tidore melawan Portugis. Dalam perang ini Portugis mendapatdukungan dari Ternate dan Bacan. Akhirnya Portugis mendapat kemenangan.Dengan kemenangan ini Portugis menjadi semakin sombong dan sering
berlaku kasar terhadap penduduk Maluku. Upaya monopoli terus dilakukan.Maka, wajar jika sering terjadi letupan-letupan perlawanan rakyat.Sementara itu untuk menyelesaikan persaingan antara Portugis dan Spanyoldilaksanakan perjanjian damai, yakni Perjanjian Saragosa pada tahun 1534. Dengan adanya Perjanjian Saragosa kedudukan Portugis di Maluku semakin kuat. Portugi semakin berkuasa untuk memaksakan kehendaknya melakukan monopoli perdagangan rempah-rempah di Maluku.
           Pada tahun 1565 muncul perlawanan rakyat Ternate di bawah pimpinan Sultan Khaerun/Hairun. Portugis mulai kewalahan dan menawarkan perundingan kepada Sultan Khaerun. Dengan pertimbangan kemanusiaan, Sultan Khaerun menerima ajakan Portugis Perundingan dilaksanakan pada tahun 1570 bertempat di Benteng Sao Paolo. Ternyata semua ini hanyalah tipu muslihat Portugis. Akhirnya Portugis dapat didesak dan pada tahun 1575 berhasil diusir dari Ternate. Orang-orang Portugis kemudian melarikan diri dan menetap di Ambon sampai tahun 1605. Tahun itu Portugis dapat diusir oleh VOC dari Ambon dan kemudian menetap di Timor Timur.
Serangkaian rakyat terus terjadi  terhadap  Portugis maupun VOC yang melakukan tindakan kejam dan sewenang-wenang kepada rakyat. Misalnya pada periode tahun 1635-1646 terjadi serangan sporadis dari rakyat Hitu yang dipimpin oleh Kakiali dan Telukabesi. Perlawanan rakyat ini juga meluas ke Ambon. Tahun 1650 perlawanan rakyat juga terjadi di Ternate yang dipimpin oleh Kecili Said.
Pada tahun 1680, VOC memaksakan sebuah perjanjian baru dengan penguasa Tidore. Kerajaan Tidore yang semula sebagai sekutu turun statusnya menjadi vassal VOC, dan sebagai penguasa yang baru diangkatlah Putra Alam sebagai Sultan Tidore (menurut tradisi kerajaan Tidore yang berhak sebagai sultan semestinya adala Pangeran Nuku). Sultan Nuku mendapat dukungan rakyat Papua di bawah pimpinan Raja Ampat dan juga orang-orang Gamrange dari Halmahera. Oleh para pengikutnya, Pangeran Nuku diangkat sebagai sultan dengan gelar Tuan Sultan Amir Muhammad Syafiudin Syah. Sultan Nuku berhasil mengembangkan pemerintahan yang berdaulat melepaskan  diri dari dominasi Belanda di Tidore sampai akhir hayatnya (tahun 1805).
2.3Sultan Agung Versus J.P. Coen
Sultan Agung adalah raja yang paling terkenal dari Kerajaan Mataram. Pada masa pemerintahan Sultan Agung, Mataram mencapai zaman keemasan.Cita-cita Sultan Agung antara lain:
(1) mempersatukan seluruh tanah Jawa, Dan
(2) mengusir kekuasaan asing dari bumi Nusantara.
Sultan Agung merencanakan serangan ke Batavia. Ada beberapa alasan mengapa Sultan Agung merencanakan serangan ke Batavia, yakni:
1.   tindakan monopoli yang dilakukan VOC,
2.   VOC sering menghalang-halangi kapal-kapal dagang Mataram
      yang akan berdagang ke Malaka,
3.   VOC menolak untuk mengakui kedaulatan Mataram, dan
4.   keberadaan VOC di Batavia telah memberikan ancaman serius
      bagi masa depan Pulau Jawa.
Pada tahun 1628 telah dipersiapkan pasukan dengan segenap persenjataandan perbekalan. Pada waktu itu yang menjadi gubernur jenderal VOC adalahJ.P. Coen. Sebagai pimpinan pasukan Mataram adalah Tumenggung Baureksa.Tepat pada tanggal 22 Agustus 1628, pasukan Mataram di bawah pimpinanTumenggung Baureksa menyerang Batavia. Tumenggung Baureksa sendiri gugur dalam pertempuran itu. Dengan demikian serangan tentara Sultan Agung pada tahun 1628 itu belum berhasil.
      Tahun 1629 pasukan Mataram diberangkatkan menuju Batavia. Sebagai pimpinan pasukan Mataram dipercayakan kepada Tumenggung Singaranu, Kiai Dipati Juminah, dan Dipati Purbaya. ernyata informasi persiapan pasukan Mataram diketahui oleh VOC.
Dengan segera VOC mengirim kapal-kapal perang untuk menghancurkan lumbung-lumbung yang dipersiapkan pasukan Mataram. Di Tegal tentara VOC berhasil menghancurkan 200 kapal Mataram, 400 rumah penduduk dan sebuah lumbung beras. Berikutnya pasukan Mataram mengepung Benteng Bommel, tetapi gagal menghancurkan benteng tersebut. Pada saat pengepungan Benteng Bommel, terpetik berita bahwa J.P. Coen meninggal. Peristiwa ini terjadi pada tanggal 21 September 1629. Perlawanan pasukan Sultan Agung terhadap VOC memang mengalami kegagalan. Tetapi semangat dan cita-cita untuk melawan dominasi asing di Nusantara terus tertanam pada jiwa Sultan Agung dan para pengikutnya. Sayangnya semangat ini tidak diwarisi oleh raja-raja pengganti Sultan Agung. Setelah Sultan Agung meninggal tahun 1645, Mataram menjadi semakin lemah sehingga akhirnya berhasil dikendalikan oleh VOC. Sebagai pengganti Sultan Agung adalah Sunan Amangkurat I. Ia memerintah pada tahun 1646 -1677.
2.4 Perlawanan Banten
      Banten memiliki posisi yang strategis sebagai bandar perdagangan internasional. Oleh karena itu sejak semula Belanda ingin menguasai Banten, tetapi tidak pernah berhasil. Akhirnya VOC membangun Bandar di Batavia pada tahun 1619. Tahun 1651, Pangeran Surya naik tahta di Kesultanan Banten. Ia adalah cucu Sultan Abdul Mufakhir Mahmud Abdul Karim, anak dari Sultan Abu alMa’ali Ahmad yang wafat pada 1650. Pangeran Surya bergelar Sultan Abu al-Fath Abulfatah. Sultan Abu al-Fath Abdulfatah ini lebih dikenal dengan nama Sultan Ageng Tirtayasa. pada tahun 1671 Sultan Ageng Tirtayasa mengangkat putra mahkota Abdulnazar Abdulkahar sebagai raja pembantu yang lebih dikenal dengan nama Sultan Haji. Sebagai raja pembantu Sultan Haji bertanggung jawab urusan dalam negeri, dan Sultan Ageng Tirtayasa bertanggung jawab urusan luar negeri dibantu puteranya yang lain, yakni Pangeran Arya Purbaya. Pemisahan urusan pemerintahan di Banten ini tercium oleh perwakilan VOC di Banten W. Caeff.
         Dalam persekongkolan tersebut VOC sanggup membantu Sultan Haji untuk merebut Kesultanan Banten tetapi dengan empat syarat.
 (1) Banten harus menyerahkan Cirebon kepada VOC,
 (2) monopoli lada di Banten dipegang oleh VOC dan harus menyingkirkan para  pedagang          
      Persia, India, dan Cina,
 (3) Banten harus membayar 600.000 ringgit apabila ingkar janji, dan
 (4) pasukan Banten yang menguasai daerah pantai dan pedalaman Priangan segera     ditarik kembali. Isi perjanjian ini disetujui oleh Sultan Haji.
        Pada tahun 1681 VOC atas nama Sultan Haji berhasil merebut Kesultanan Banten. Istana Surosowan berhasil dikuasai. Pada tahun 1682 pasukan Sultan Ageng Tirtayasa berhasil mengepung istana Surosowan. Baru setelah melalui tipu muslihat pada tahun 1683 Sultan Ageng Tirtayasa berhasil ditangkap dan ditawan di Batavia sampai meninggalnya pada tahun 1692.
2.5Perlawanan Goa
       Kerajaan Goa merupakan salah satu kerajaan yang sangat terkenal di Nusantara. Pusat pemerintahannya berada di Somba Opu yang sekaligus menjadi pelabuhan Kerajaan Goa. Somba Opu senantiasa terbuka untuk siapa saja. Banyak para pedagang asing yang tinggal di kota itu. Misalnya, orang Inggris, Denmark, Portugis, dan Belanda. Mereka diizinkan membangun loji di kota itu. Goa anti terhadap tindakan monopoli perdagangan. Masyarakat Goa ingin hidup merdeka dan bersahabat kepada siapa saja tanpa hak istimewa. Masyarakat Goa senantiasa berpegang pada prinsip hidup sesuai dengan kata-kata “Tanahku terbuka bagi semua bangsa”, “Tuhan menciptakan tanah dan laut; tanah dibagikannya untuk semua manusia dan laut adalah milik bersama.” Dengan prinsip keterbukaan itu maka Goa cepat berkembang. pada tahun 1634, VOC melakukan blokade terhadap Pelabuhan Somba Opu, tetapi gagal karena perahu-perahu Makasar yang berukuran kecil lebih lincah dan mudah bergerak di antara pulau-pulau, yang ada. Kemudian kapal-kapal VOC merusak dan menangkap kapal-kapal pribumi maupun kapal-kapal asing lainnya.
          Tanggal 7 Juli 1667, meletus Perang Goa. Tentara VOC dipimpin oleh Cornelis Janszoon Spelman, diperkuat oleh pengikut Aru Palaka dan ditambah orangorang Ambon di bawah pimpinan Jonker van Manipa. Kekuatan VOC ini menyerang pasukan Goa dari berbagai penjuru. Hasanuddin kemudian dipaksa untuk menandatangani Perjanjian Bongaya pada tanggal 18 November 1667, yang isinya antara lain sebagai berikut.
1.   Goa harus mengakui hak monopoli VOC
2.  Semua orang Barat, kecuali Belanda harus meninggalkan wilayah Goa
3.  Goa harus membayar biaya perang
         Sultan Hasanuddin tidak ingin melaksanakan isi perjanjian itu, karena isi perjanjian itu bertentangan dengan hati nurani dan semboyan masyarakat Goa atau Makasar. Pada tahun 1668 Sultan Hasanuddin mencoba menggerakkan kekuatan rakyat untuk kembali melawan kesewenang-wenangan VOC itu.
2.6  Rakyat Riau Angkat Senjata
           Ambisi untuk melakukan monopoli perdagangan dan menguasai gerbagai daerah di nusantara Kerajaan- kerajaan kecil semakin terdesak oleh pemaksaan monopoli dan tindakan sewenang-wenang dari VOC.
          Perlawanan di riau adalah perlawanan yang di lancarkan oleh kerajaan siak sri indrapura. Raja Siak Sultan Abdul jalil Rahmat syah memimpin rakyatnya untuk melawan VOC. Dalam suasana konfrontasi dengan VOC itu, Sultan Abdul jalil Rahmat Syah wafat. Sebagai gantinyya diangkatlah putranyayang bernama Muhammad abdul jalil muzafar syah . pada tahun 1751 berkobar perang melawan VOC. Dengan cara membuat benteng pertahanan di sepanjang jalur yang menghubungkan sungai Indragiri, Kampar sampai pulau guntung yang berada di muara sungai siak. Oleh karena itu segera dipersiapkan kekuatan yang lebih besar untuk menyerang VOC. Raja indra dan panglima besar tengku muhammad  ali. Dalam serangan ini di perkuat dengan kapal perang “Harimau Buas” yang dilengkapi dengan lancang serta perlengkapan perang secukupnya. Dengan demikian pasukan siak sulit menembus benteng pertahaanan itu. Namun banyak pula jatuh korban dari VOC , sehingga nendatangkan bantuan kekuatan termasuk juga orang-orang cina. Pertemuran `hamper berlangsung satu bulan. Melihat situasi yang demikian itu kedua panglima perang siak menyerukan pasukannya untuk mundur kembali ke siak.
         Sultan Siak bersama  para panglima dan penasihat mengatur siasat baru. Siasat perang ini tidak terlepas dari jasa raja indra pahlawan. Oleh karena itu atas jasanya raja indra pahlawan diangkat sebagai penglima besar kesultanan siak dengan gelar :”panglima perang raja indra pahlawan datuk lima puluh”
2.7  Orang-orang Cina Berontak
            Sejak abad ke-5 orang-orang Cina sudah mengadakan hubungan dagang ke Jawa dan jumlahnya pun semakin banyak. Untuk membatasi kedatangan orang–orang Cina ke Batavia, VOC mengeluarkan ketentuan bahwa setiap orang Cina yang tinggal di Batavia harus memiliki surat izin bermukim yang disebut permissiebriefjesatau masyarakat sering menyebut dengan “surat pas”. Apabila tidak memiliki surat izin, maka akan ditangkap dan dibuang ke Sailon (Sri Langka) untuk dipekerjakan di kebun-kebun pala milik VOC atau akan dikembalikan ke Cina. Mereka diberi waktu enam bulan untuk mendapatkan surat izin tersebut. Biaya untuk mendapatkan surat izin itu yang resmi dua ringgit (Rds.2,-) per orang. Pada suatu ketika tahun 1740 terjadi kebakaran di Batavia. Pada tahun 1741 benteng VOC di Kartasura dapat diserang sehingga jatuh banyak korban.

2.8  Perlawanan Pangeran Mangkubumi dan Mas Said
              Perlawan terhadap VOC kembali terjadi di Jawa, kali ini dipimpin oleh bangsawan kerajaan yakni Pangeran Mangkubumi dan Raden Mas Said. Perlawanan berlangsung sekitar 20 tahun.Raden Mas Said adalah putera dari Raden Mas Riya yang bergelar Adipati Arya Mangkunegara dengan Raden Ayu Wulan putri dari Adipati Blitar. Pada usia 14 tahun Raden Mas Said sudah diangkat sebagai gandekkraton (pegawai rendahan di istana) dan diberi gelar R.M.Ng. Suryokusumo. Karena merasa sudah berpengalaman, Raden Mas Said kemudian mengajukan permohonan untuk mendapatkan kenaikan pangkat. pada tahun 1745 Pakubuwana II mengumumkan barang siapa yang dapat memadamkan perlawanan Mas Said akan diberi hadiah sebidang tanah di Sukowati (di wilayah Sragen sekarang). Raden Mas Said bergerak di bagian timur, daerah Surakarta ke selatan terus ke Madiun, Ponorogo dengan pusatnya Sukowati. Sedangkan Mangkubumi konsentrasi di bagian barat Surakarta terus ke barat dengan pusat di Hutan Beringin dan Desa Pacetokan, dekat Pleret (termasuk daerah Yogyakarta sekarang). Diberitakan pada saat itu Pangeran Mangkubumi membawahi sejumlah 13.000 prajurit, termasuk 2.500 prajurit kavaleri.
          Karena perjanjian itu berisi pasal-pasal antara lain:
(1). Susuhunan Pakubuwana II menyerahkan Kerajaan Mataram baik secara de factomaupun de  
        jurekepada VOC.
 (2). Hanya keturunan Pakubuwana II yang berhak naik tahta, dan akan dinobatkan oleh VOC
       menjadi   raja Mataram dengan tanah Mataram sebagai pinjaman dari VOC.
 (3). Putera mahkota akan segera dinobatkan. Sembilan hari setelah penandatanganan perjanjian
        itu Pakubuwana II wafat. Tanggal 15 Desember 1749 Baron van Hohendorff
        mengumumkan       pengangkatan putera mahkota sebagai Susuhunan Pakubuwana III.
           Perlawanan Pangeran Mangkubumi berakhir setelah tercapai Perjanjian Giyanti pada tanggal 13 Februari 1755. Isi pokok perjanjian itu adalah bahwa Mataram dibagi dua. Wilayah bagian barat (daerah Yogyakarta) diberikan kepada Pangeran Mangkubumi dan berkuasa sebagai sultan dengan sebutan Sri Sultan Hamengkubuwana I, sedang bagian timur (daerah Surakarta) tetap diperintah oleh Pakubuwana III. Sementara perlawanan Mas Said berakhir setelah tercapai Perjanjian Salatiga pada tanggal 17 Maret 1757 yang isinya Mas Said diangkat sebagai penguasa di sebagian wilayah Surakarta dengan gelar Pangeran Adipati Arya Mangkunegara I.







B.   Mengevaluasi Perang Melawan Penjajahan Kolonial Hindia Belanda
3.1  Perang Tondano
“Perang Tondano yang terjadi pada 1808-1809 adalah perang yang melibatkan orang Minahasa di Sulawesi Utara dan pemerintah kolonial Belanda pada permulaan abad XIX. Perang pada permulaan abad XIX ini terjadi akibat dari implementasi politik pemerintah kolonial Hindia Belanda oleh para pejabatnya di Minahasa, terutama upaya mobilisasi pemuda untuk dilatih menjadi tentara “ (Taufik Abdullah dan A.B. Lapian, 2012:375)
a.  Perang Tondano I
           sekitar satu tahun Perang Tonando dikenal dalam dua tahap. Perang Tonando I terjadi pada masa kekuasaan VOC. Tokoh yang berjasa dalam penyebaran agama Kristen di tanah Minahasa adalah Fransiscus Xaverius. Hubungan dagang orang Minahasa dan Spanyol terus berkembang. Tetapi mulai abad XVII hubungan dagang antara keduanya mulai terganggu dengan kehadiran para pedagang VOC. Para pedagang Spanyol dan juga Makasar yang bebas berdagang mulai tersingkir karena ulah VOC. Apalagi waktu itu Spanyol harus meninggalkan Kepulauan Indonesia untuk menuju Filipina
          Pasukan VOC kemudian mengepung kekuatan orang-orang Minahasa yang berpusat di Danau Tondano dan Simon Cos kemudian memberikan ultimatum yang isinya antara lain:
(1) Orang-orang Tondano harus menyerahkan para tokoh pemberontak kepada VOC,
(2) orang-orang Tondano harus membayar ganti rugi dengan menyerahkan 50-60 budak sebagai
     ganti rugi rusaknya tanaman padi karena genangan air Sungai Temberan. Ternyata rakyat   
     Tondano bergeming dengan ultimatum VOC tersebut.
Orangorang Minahasa itu kemudian memindahkan perkampungannya di Danau Tondano ke perkampungan baru di daratan yang diberi nama Minawanua (ibu negeri).
b.  Perang Tondano II
      Perang Tondano II sudah terjadi ketika memasuki abad ke-19, yakni pada masa pemerintahan kolonial Belanda. Perang ini dilatarbelakangi oleh kebijakan Gubernur Jenderal Daendels. (Ukungadalah pemimpin dalam suatu wilayah walakatau daerah setingkat distrik). Dari Minahasa ditarget untuk mengumpulkan calon pasukan sejumlah 2.000 orang yang akan dikirim ke Jawa. Tanggal 23 Oktober 1808 pertempuran mulai berkobar. Perang Tondano II berlangsung cukup lama, bahkan sampai agustus 1809. Dalam suasana kepenatan dan kekurangan makanan mulai ada kelompok pejuang yang memihak kepada Belanda. Akhirnya pada tanggal 4-5 Agustus 1809 Benteng pertahanan Moraya milik para pejuang hancur bersama rakyat yang berusaha mempertahankan.
3.2 Patimura Angkat Senjata
         Maluku dengan rempah-rempahnya memang bagaikan “mutiara dari timur”, yang senantiasa diburu oleh orang-orang Barat. Pada masa pemerintahan Inggris di bawah Raffles keadaan Maluku relatif lebih tenang karena Inggris bersedia membayar hasil bumi rakyat Maluku. Kegiatan kerja rodi mulai dikurangi.
              pada tanggal 14 Mei 1817 di Pulau Saparua (pulau yang dihuni orang-orang Kristen) kembali diadakan pertemuan di sebuah tempat yang sering disebut dengan Hutan Kayuputih. Gerakan perlawanan dimulai dengan menghancurkan kapal-kapal Belanda di pelabuhan. Para pejuang Maluku kemudian menuju Benteng Duurstede. Ternyata di benteng itu sudah berkumpul pasukan Belanda. Dengan demikian terjadilah pertempuran antara para pejuang Maluku melawan pasukan Belanda. Belanda waktu itu dipimpin oleh Residen van den Berg. pihak para pejuang selain Pattimura juga tampil tokoh-tokoh seperti Christina Martha Tiahahu,
Thomas Pattiwwail, dan Lucas Latumahina.
            Belanda kemudian mendatangkan bantuan dari Ambon. Datanglah 300 prajurit yang dipimpin oleh Mayor Beetjes. Pasukan ini kawal oleh dua kapal perang yakni Kapal Nassau dan Evertsen. Namun bantuan ini dapat digagalkan oleh pasukan Pattimura, bahkan Mayor Beetjes terbunuh. Kembali kemenangan ini semakin menggelorakan perjuangan para pejuang di berbagai tempat seperti di Seram, Hitu, Haruku, dan Larike. Upaya perundingan mulai ditawarkan, tetapi tidak ada kesepakatan.
             Akhirnya Belanda mengerahkan semua kekuatannya termasuk bantuan dari Batavia untuk merebut kembali Benteng Duurstede. Agustus 1817 Saparua diblokade, Benteng Duurstede dikepung disertai tembakan meriam yang bertubi-tubi. Tetapi pada bulan November beberapa pembantu Pattimura tertangkap seperti Kapitan Paulus Tiahahu (ayah Christina Martha Tiahahu) yang kemudian dijatuhi hukuman mati. Mendengar peristiwa ini Christina Martha Tahahu marah dan segera pergi ke hutan untuk bergerilya. Tepat pada tanggal 16 Desember 1817 Pattimura dihukum gantung di alun-alun Kota Ambon. Di dalam kapal Christina Martha Tiahahu mogok tidak mau makan dan tidak mau buka mulut. Ia jatuh sakit dan akhirnya meninggal pada tanggal 2 Januari 1818. Jenazahnya dibuang ke laut antara Pulau Buru dan Pulau Tiga. Berakhirlah perlawanan Pattimura.
3.3 Perang Padri
         Perang Padri terjadi di tanah Minangkabau, Sumatera Barat pada tahun 1821 – 1837 Perang Padri sebenarnya merupakan perlawanan kaum Padri terhadap dominasi pemerintahan Hindia Belanda di Sumatera Barat. Perang ini bermula adanya pertentangan antara kaum Padri dengan kaum Adat.
          ejak akhir abad ke-18 telah datang seorang ulama dari kampung Kota Tua di daratan Agam. Karena berasal dari kampung Kota Tua maka ulama itu terkenal dengan nama Tuanku Kota Tua. pada tahun 1803 datanglah tiga orang ulama yang baru saja pulang haji dari tanah suci Mekah, yakni: Haji Miskin, Haji Sumanik dan Haji Piabang. Mereka melanjutkan gerakan pembaruan atau pemurnian pelaksanaan ajaran Islam seperti yang pernah dilakukan oleh Tuanku Kota Tua.
          Tahun 1821 pemerintah Hindia Belanda mengangkat James Du Puy sebagai residen di Minangkabau. Pada tanggal 10 Februari 1821, Du Puy mengadakan perjanjian persahabatan dengan tokoh Adat, Tuanku Suruaso dan 14 Penghulu Minangkabau. Berdasarkan perjanjian ini maka beberapa daerah kemudian diduduki oleh Belanda. Pada tanggal 18 Februari 1821, Belanda yang telah diberi kemudahan oleh kaum Adat berhasil menduduki Simawang. Di daerah ini telah ditempatkan dua meriam dan 100 orang serdadu Belanda. Tindakan Belanda ini ditentang keras oleh kaum Padri, maka tahun 1821 itu meletuslah Perang Padri.
         Perang Padri di Sumatera Barat ini dapat dibagi dalam tiga fase.
Fase pertama (1821-1825)
         Pada fase pertama, dimulai gerakan kaum Padri menyerang pos-pos dan pencegatan terhadap patroli-patroli Belanda. Bulan September 1821 pos-pos Simawang menjadi sasaran serbuan kaum padri. Juga pos-pos lain seperti Soli Air, Sipinang dan lain-lain. Kemudian Tuanku Pasaman menggerakkan sekitar 20.000 sampai 25.000 pasukan untuk mengadakan serangan di sekitar hutan di sebelah timur gunung. Periode tahun 1821 - 1825, serangan-serangan kaum Padri memang meluas di seluruh tanah Minangkabau. Bulan September 1822 kaum Padri berhasil mengusir Belanda dari Sungai Puar, Guguk Sigandang dan Tajong Alam.
         Pada tahun 1823 pasukan Padri berhasil mengalahkan tentara Belanda di Kapau. Kemudian kesatuan kaum Padri yang terkenal adalah yang berpusat di Bonjol. Pemimpin mereka adalah Peto Syarif. Peto Syarif inilah yang dalam sejarah Perang Padri dikenal sebagai Tuanku Imam Bonjol. Ia sangat gigih memimpin kaum Padri untuk melawan kekejaman dan keserakahan Belanda di tanah Minangkabau
       Karena merasa kewalahan dalam melawan kaum Padri, maka Belanda mengambil strategi damai. Oleh karena itu, pada tanggal 26 Januari 1824 tercapailah perundingan damai antara Belanda dengan kaum Padri di wilayah Alahan Panjang.
Fase kedua (1825-1830)
       tahun 1825-1830  merupakan tahun yang sangat penting, sehingga bagi Belanda digunakan sebagai bagian strategi dalam menghadapi perlawanan kaum Padri di Sumatera Barat.
        Sulaiman Aljufri menemui Tuanku Imam Bonjol agar bersedia berdamai dengan Belanda. Tuanku Imam Bonjol menolak. Kemudian menemui Tuanku Lintau ternyata merespon ajakan damai itu. Hal ini juga didukung Tuanku Nan Renceh. Itulah sebabnya pada tanggal 15 November 1825 ditandatangani Perjanjian Padang. Isi Perjanjian Padang itu antara lain :
1.   Belanda mengakui kekuasaan pemimpin Padri di Batusangkar, Saruaso, Padang Guguk
      Sigandang, Agam, Bukittinggi dan menjamin pelaksanaan sistem agama di daerahnya.
2.   Kedua belah pihak tidak akan saling menyerang
3.   Kedua pihak akan melindungi para pedagang dan orang-orang yang sedang melakukan
      perjalanan
4.   Secara bertahap Belanda akan melarang praktik adu ayam.
Fase ketiga (1830 – 1837/1838)
      Setelah Perang Diponegoro berakhir pada tahun 1830, semua kekuatan Belanda dikonsentrasikan ke Sumatera Barat untuk menghadapi perlawanan kaum Padri. Dimulailah Perang Padri fase ketiga . Tahun 1831 Gillavary digantikan oleh Jacob Elout. Elout ini telah mendapatkan pesan dari Gubernur Jenderal Van den Bosch agar melaksanakan serangan besar-besaran terhadap kaum Padri. Elout segera mengerahkan pasukannya untuk menguasai beberapa nagari, seperti Manggung dan Naras. Termasuk daerah Batipuh. pada Agustus 1831 Belanda dapat menguasai Benteng Marapalam. Seiring dengan datangnya bantuan pasukan dari Jawa pada tahun 1832 maka Belanda semakin meningkatkan ofensif terhadap kekuatan kaum Padri di berbagai daerah. Pasukan yang datang dari Jawa itu antara lain pasukan legium Sentot Ali Basah Prawirodirjo dengan 300 prajurit bersenjata. Tahun 1833 kekuatan Belanda sudah begitu besar.
          Di samping strategi militer, setelah Van den Bosch berkunjung ke Sumatera Barat, diterapkan strategi winning the heartkepada masyarakat. Elout digantikan oleh E. Francis yang tidak akan mencampuri urusan pemerintahan tradisional di Minangkabau. Plakat Panjang adalah pernyataan atau janji khidmat yang isinya tidak akan ada lagi peperangan antara Belanda dan kaum Padri. Setelah pengumuman Plakat Panjang ini kemudian Belanda mulai menawarkan perdamaian kepada para pemimpin Padri.
         Tahun 1834 Belanda dapat memusatkan kekuatannya untuk menyerang pasukan Imam Bonjol di Bonjol. Tanggal 16 Juni 1835 benteng Bonjol dihujani meriam oleh serdadu Belanda. Agustus 1835 benteng di perbukitan dekat Bonjol jatuh ke tangan Belanda. Belanda juga mencoba mengontak Tuanku Imam Bonjol untuk berdamai. Imam Bonjol mau berdamai tetapi dengan beberapa persyaratan antara lain kalau tercapai perdamaian Imam Bonjol minta agar
Bonjol dibebaskan dari bentuk kerja paksa dan nagari itu tidak diduduki Belanda. Sampai tahun 1836 benteng Bonjol tetap dapat dipertahankan oleh pasukan Padri. Bulan Oktober 1837, secara ketat Belanda mengepung dan menyerang benteng Bonjol. Akhirnya Tuanku Imam Bonjol dan pasukannya terdesak. Pada tanggal 25 Oktober 1837 Tuanku Imam Bonjol ditangkap. Pasukan yang dapat meloloskan diri melanjutkan perang gerilya di hutan-hutan Sumatera Barat. Imam Bonjol sendiri kemudian dibuang ke Cianjur, Jawa Barat. Tanggal 19 Januari 1839 ia dibuang ke Ambon dan tahun 1841 dipindahkan ke Manado sampai meninggalnya pada tanggal 6 November 1864.
3.4 Perang Di Ponogoro
         Memasuki abad ke-19, keadaan di Jawa khususnya di Surakarta dan Yogyakarta semakin memprihatinkan. Beban penderitaan rakyat itu semakin berat, karena diwajibkan membayar berbagai macam pajak, seperti:
(a) welah-welit(pajak tanah),
(b) pengawang-awang(pajak halaman kekurangan),
(c) pecumpling(pajak jumlah pintu),
(d) pajigar(pajak ternak),
(e) penyongket(pajak pindah nama), dan
(f) bekti (pajak menyewa tanah atau menerima jabatan).
          Dalam suasana penderitaan rakyat dan kekacauan itu tampil seorang bangsawan, putera Sultan Hamengkubuwana III yang bernama Raden Mas Ontowiryo atau lebih terkenal dengan nama Pangeran Diponegoro. Tanggal 20 Juli 1825 meletuslah Perang Diponegoro.
Bermula dari insiden anjir
          Sejak tahun 1823, Smissaert diangkat sebagai residen di Yogyakarta. Tokoh Belanda ini dikenal sebagai tokoh yang sangat anti terhadap Pangeran Diponegoro. Oleh karena itu,Smissaert bekerja sama dengan Patih Danurejo berusaha menyingkirkan Pangeran Diponegoro dari istana Yogyakarta. Pada suatu hari di tahun 1825 Smissaert dan Patih Danurejo dalam rangka membuat jalan baru memerintahkan anak buahnya untuk memasang anjir (pancang/patok). Kala itu tanggal 20 Juli 1825 sore hari, rakyat Tegalreja berduyun-duyun berkumpul di dalem Tegalreja dengan membawa berbagai senjata seperti pedang, tombak, lembing dan lain-lain.   Pangeran Diponegoro adalah pemimpin yang tidak individualis.
Mengatur strategi dari Selarong
         Dari Selarong, Pangeran Diponegoro menyusun strategi perang. Dipersiapkan beberapa tempat untuk markas komando cadangan. Kemudian Pangeran Diponegoro menyusun langkah-langkah;
(1). Merencanakan serangan ke keraton Yogyakarta dengan mengisolasi pasukan Belanda dan
       mencegah masuknya bantuan dari luar.
 (2). Mengirim kurir kepada para bupati atau ulama agar mempersiapkan peperangan melawan
       Belanda.
(3)  Menyusun daftar nama bangsawan, siapa yang sekiranya kawan dan siapa lawan.
(4). Membagi kawasan Kesultanan Yogyakarta menjadi beberapa mandala perang, dan
       mengangkat para pemimpinnya.
       Pangeran Diponegoro telah membagi menjadi 16 mandala perang, misalnya: Yogyakarta dan sekitarnya di bawah komando Pangeran Adinegoro (adik Diponegoro) diangkat sebagai patih dengan gelar Suryenglogo. Perlawanan di Gunung Kidul dipimpin oleh Pangeran Singosari. Daerah Plered dipimpin oleh Kertopengalasan. Daerah Pajang diserahkan kepada Warsokusumo dan Mertoloyo, dan daerah Sukowati dipimpin oleh Tumenggung Kertodirjo dan Mangunnegoro. Gowong dipimpin oleh Tumenggung Gajah Pernolo. Langon dipimpin oleh Pangeran Notobroto Projo. Serang dipimpin oleh Pangeran Serang. Sebagai pucuk pimpinan Pangeran Diponegoro didampingi oleh Pangeran Mangkubumi (paman Pangeran Diponegoro),
Ali Basyah Sentot Prawirodirjo sebagai panglima muda, dan Kiai Mojo bersama murid-muridnya.
Perluasan perang di berbagai daerah
        Perlawanan Pangeran Diponegoro terus meningkat. Beberapa pos pertahanan Belanda dapat dikuasai. Pergerakan pasukan Pangeran Diponegoro meluas ke daerah Banyumas, Kedu, Pekalongan, Semarang dan Rembang. Kemudian ke arah timur meluas ke Madiun, Magetan, terus Kediri dan sekitarnya.
Benteng Stelsel pembawa petaka
        Perlawanan pasukan Pangeran Diponegoro senantiasa bergerak dari pos pertahanan yang satu k epos yang lainnya. Untuk menghadapi pasukan Diponegoro yang bergerak dari pos satu k epos yang lainnya, Jenderal de kock kemudian menerapkan strategi dengan system “Benteng Stelsel”atau”Stelsel Benteng”. Dalam tahun 1827 perlawanan Diponegoro di beberapa tempat berhasil di pukul mundur oleh pasukan Belanda, misalnya di Tegal, Pekalongan, Semarang, dan Magelang.
          Dengan system “Benteng Stelsel” ruang gerak pasukan Diponegoro dari waktu ke waktu semakin sempit. Namaun perlawanan di Rembang dapat dipatahkan oleh Belanda pada bulan Maret 1828.  Pertahanan hati Sentot Prawirodirjo pun luluh, dan menerima ajakan untuk berunding pada tanggal 17 Oktober 1829 ditandatangani perjanjian Imigiri antara Sentot Prawirodirjo dengan pihak Belanda. Isi pejanjian itu antara lain:
1.      Sentot Prawidirjo diizinkan untuk tetap memeluk agama Islam,
2.      Pasukan Sentot Prawiridirjo tidak di bubarkan dan tetap sebagai komandannya,
3.      Sentot Prawidirjo dengan pasukannya diizinkan untuk tetap memakai sorban,
4.      Sebagai kelanjutan perjanjian itu, maka pada tanggal 24 Oktober 1829 Sentot Prawidirjo dengan pasukannya memasuki ibu kota negeri Yogyakarta untuk secara resmi menyerahkan diri.
        Belum ada tanda-tanda perlawanan Diponegoro mau berakhir. Belanda kemudian mengumumkan kepada khalayak pemberian hadiah sejumlah 20.000 ringgit bagi siapa saja yang dapat menyerahkan Pangeran Diponegoro baik dalam keadaan hiup maupun mati.
3.5. Perlawanan Di Bali
    Abad ke 19 Bali belum banyak menarik perhatian orang-orang Barat untuk menanamkan pengaruhnya. Baru sekitar tahun 1830-an Hindia Belanda aktif menanmkan pengaruhnya di Bali perkembangan dominasi Belanda inilah yang kemudian menyulut api perlawanan rakyat Bali kepada Belanda yang terkena dengan sebutan “Perang Puputan”.
Mengapa terjadi perang Puputan di Bali?
Pada abad ke-19 di Bali sudah berkembang kerajaan-kerajaan yang berdaulat. Misalnya kerajaan Buleleng, Krangasem, Klungkung, Gianyar, Badung, Jembrana, Tabanan, Menguri dan Bangli. Pada masa pemerintahan Gubernur Jendral  Daendels mulai terjadi kontak dengan kerajaan-kerajaan di Bali, tidak sekedar urusan dagang  tetapi menyangkut sewa menyewa orang-orang bali untuk dijadikan tentara pemerintah Hindia Belanda. Tetapi dalam perkembangannya pemerintah Hindia Belanda ingin menanamkan pengaruh dan berkuasa di Bali. Akhirnya dicapai perjanjian atau kontrak politik antara raja-raja di Bali dengan Belanda. Karena kelihaian atau bujukan Belanda, raja-raja di Bali dapat menerima perjanjian untuk meratifikasi penghapusan hukum Tawan Karang. Tetapi sampai tahun 1844 Raja Buleleng dan Karangasem belum melaksanakan perjanjian tersebut. Terbukti pada tahun 1844 itu penduduk melakukan perampasan atas isi dua kapal Belanda yang terdampar  di pantai Sangsit (Buleleng) dan Jembrana (waktu itu juga daerahnya Buleleng). Belanda memaksa Raja Buleleng, Gusti Ngurah Made Karangasaem agar melaksanakan isi perjanjian yang telah di sepakati. Raja Gusti Ngurah Made karangasem yang mendapat dukungan patihnya, I Gusti Ketut Jelantik, dengan tegas menolak tuntutan Belanda tersebut. Bahkan I Gusti Ktut Jelantik sudah melakukan latihan dan menghimpun kekuatan untuk melawan kesewenang-wenangan Belanda. Patih Ketut Jelantik terus mempersiapkan prajurit Buleleng dan memperkuat pos-pos pertahanan. Sementara, pada tanggal 27 juni 1846 telah datang pasukan Belanda brkekuatan 1700 orang pasukan darat yang langsung menyerbu kampung-kampung di tepi pantai. Benteng pertahanan Buleleng jebol dan ibu kota singaraja di kuasai Belanda. Perjanjian di tandatangani pada tanggal 6 juli 1846 yang isinya antara lain :
1.      Dalam waktu tiga bulan, Raja Buleleng harus menghancurkan semua benteng Buleleng yang pernah di gunakan dan tidak boleh membangun benteng baru.
2.      Raja Buleleng harus membayar ganti rugi dari biaya perang yang telah di keluarkan Belanda.
3.      Belanda diizinkan menempatkan pasukannya di Buleleng.
         Tekanan Belanda itu coba di tandingi dengan tipu daya. Raja dan para pejuang pun merimana isi perjanjian tersebut. Tetapi di balik itu Raja dan patih Ktut Jelantik memperkuat pasukannya dengan cara membangun benteng pertahanan yang kuat bagaikan gelar-supit urang di Jagaraga. Dan rakyat juga tetap mempertahankan Hukum Tawan Karang. Tahun 1847 ada kapal asing yang terdampar di Pantai Kusamba, Klungkung dan dirampas oleh Kerajaan. Sudah tentu ini menjaikan Belanda marah, dan mengeluarkan ultimatum. Tetapi ultimatum itu tidak dihiraukan oleh Raja di Bali.belanda mengetahui bahwa Raja Buleleng membangkang dan Patih Ktut Jelantik mempertahankan pasukannya. Menghadapi hal tersebut Belanda terus meningkatkan kekuatannya. Pada tanggal 7 dan 8 juni 1848, telah mendarat bala bantuan Belanda di pantai Sangsit. Tanggal 8 juni serangan Belanda terhadap benteng Jagaraga dimulai. Sebagai pemimpin tentara Belanda antara lain : J. Van sweeten,
Letkol Sutherland benteng Jagaraga terus di hujani meriam. Namun pasukan Buleleng di bawah pimpinan Ketut Jelantik yang di bantu isterinya, Jero Jempiring mampu mengembangkan pertahanan dengan gelar-supit urang sehingga dapat menjebak pasukan Belanda. Lima orang opsir dan 74 orang sedadu dapat di tewaskan di tambah lagi tujuh opsir 98 serdadu mundur. Tanggal 16 april sore hari semua kekuatan di jagaraga dapat di lumpuhkan oleh Belanda. Dengan terbunuhnya Raja Buleleng dan Patih Ketut Jelantik maka jatuhlah kerajaan Buleleng ke tangan Belanda. Pertempuran demi pertempuran masih terus terjadi. Tahun 1906 terjadi perang puputan di Badung, pada tahun 1908 terjadi perang puputan di klungkung.
3.6  Perang Banjar
          Di Kalimantan selatan pernah berkembang kerajaan Banjar wilayah kesultanan Banjarmasin ini pada abad ke-19 meliputi Kalimantan selatan dan Kalimantan tengah sekarang. Adanya hasil-hasil seperti  emas dan intan, lada, rotan dan damar.hasil-hasil ini termasuk produk yang di minati oleh orang-orang Barat, sehingga orang-orang Barat berminat untuk menguasai kesultanan Banjarmasin. Setelah melalui bujuk rayu di sertai tekanan-tekanan, maka pada tahun 1817 terjadi perjanjian antara Sultan Banjar (Sultan Sulaiman) dengan pemerintah Hindia Belanda. Bahkan menurut perjanjian yang diadakan tanggal 4 Mei 1826 antara Sultan Adam Alwasikh dengan Belanda, menetapkan bahwa daerah ke Sultanan Banjar tinggal daerah Hulu sungai, Martapura, dan Banjarmasin. Wilayah yang semakin sempit itu telah membawa problem dalam kehidupan sosial ekonomi. Demikian rakyat menjadi sasaran eksploitasi baik dari pemerintah kolonial maupun para pejabat kerajaan. Dalam suasana social ekonomi yang memperhantinkan itu, di dalam kerajaan sendiri terjadi konflik intern. Hal ini juga karena ulah intervensi Belanda. Hal ini bermula saat putera mahkota Abdul Rakhman meninggal secara mendadak pada tahun 1852. Sementara Sultan Adam memiliki tiga putera sebagai kandidat pengganti Sultan,    yakni : Pangeran Hidayatullah, pangeran Tamjidillah, dan Perabu Anom.            Tahun 1857 Sultan Adam meninggal. Dengan sigap Residen E.F.Graaf Von Bentheim Teklenburg mewakili Belanda mengangkat Tamjidillah sebagai Sultan dan Pangeran Hidayatullah di angkat sebagai mangkubumi. Oleh karena itu,wajar kalau pengangkatan Tamjidillah sebagai Sultan Banjarmasin menimbulkan protes dan rasa kecewa dari berbagai pihak. Tamjidillah juga menghapus hak-hak istimewa pada saudara-saudaranya termasuk menganggap tidak ada surat wasiat dari Sultan Adam kepada pangeran Hidayatullah. Kemudian, setelah hak-haknya di rampas, Pangeran Anom dibuang ke Bandung. Dalam suasana yang penuh ketegangan itu ditambah terjadi gerakan di pedalaman yang dipelopori oleh Aling. Aling yang juga di kenal sebagai Panembahan
         Muning mengatakan dalam semedinya ia mendapatkan firasat agar ke Sultanan Banjarmasin di kembalikan ke pada Pangeran Antasari, sepupu Pangeran Hidayatullah. Pusat gerakan Aling dinamakan Tambai Mekah (Serambi Mekah)yang terletak di tepian sungai Muning. Aling juga memanggil Antasari agar datang di Tambai Mekah. Di samping kekuatan penuh dari pengikut Aling, pangeran Antasari juga mendapat dukungan dari berbagai pihak seperti Sultan Pasir dan Tumenggung Surapati pimpinan orang-orang dayak. Pada tanggal 28 April 1859 orang-orang Muning di bawah komando Penembahan Aling dan puteranya Sultan Kuning menyerbu kawasan tanmbang batu bara di Pengaron. Dengan peristiwa tersebut, keadaan pemerintahan Kesutanan Banjarmasin semakin kacau. Sultan Tamjidillah yang memang tidak di senangi oleh rakyat itu juga tidak banyak berbuat. Mulai saat itu Kesultanan Banjar berada di Bawah dominasi Belanda. Sementara itu pasukan Antasari sudah bergerak menyerbu pos-pos Belanda di Martapura. Bulan Agustus 1859, Antasari bersama pasukan haji Buyasin, kiai Langlang, kiai Demang Lehman berhasil menyerang benteng Belanda di Tabanio. Pada waktu itu memasuki bulan Agustus/September tahun 1859 pertempuran rakyat Banjar terjadi di tiga lokasi, yakni di sekitar Banua Lima, sekitar Martapura dan Tanah laut, serta sepanjang sungai Barito. Benteng Tabinio bberhasil di kepung oleh Belanda. Demang Lehman dan pasukannya dapat meloloskan diri. Dalam pertemuan di Kandangan itu menghasilkan kesepakatan yang intinya para pemimpin pejuang perang Banjar menolak tawaran berunding dengan Belanda,dengan merumuskan  beberapa siasat perlawanan sebagai berikut :
1.               Pemusatan kekuatan perlawanan di daerah Amuntai.
2.               Membuat dan pemperkuat pertahanan di Tanah Laut, Martapura, Rantau dan Kandangan.
3.               Pangeran Antasari memperkuat pertahanan di Dusun Atas.
4.               Mengusahakan tambahan senjata.      
        Dalam pertemuan itu semua yang hadir mengatakan sumpah untuk berjuang mengusir penjajah Belanda dari bumi Banjar tanpa kompromi : “Haram Manyarah Wajah sampai Kaputing”. Perlu di ketahui bahwa pangeran Hidayatullah setelah meninggalkan Martapura dan berkumpul dengan seluruh anggota keluarga, kemudian diikuti pasukannya ia berangkat ke Amuntai. Meskipun tidak dengan perangkat kebesaran, oleh para ulama dan semua pengikutnya, Hidayatullah diangkat sebagai Sultan. Gerakan perlawanan Pangeran Hidayatullah kemudian dipusatkan di Barabai. Datanglah kemudian pasukan Demang Lehman untuk memperkuat pasukan Hidayatullah. Pasukan infanterni dari Batalion VII, IX, XIII semua dikerahkan, ditambah 100 orang petugas pembawa perlengkapan perang dan makanan. Juga mengerahkan kapal-kapal perang dari Suriname, Bone dan kapal-kapal kecil. Terjadilah pertempuran sengit. Kemudian membangun pertahanan di Gunung Madang. Pertahanan di Gunung Madang  pun jebol. Pangeran Hidayatullah dengan sisa pasukannya  kemudian  berjuang berpindah-pindah, bergerilya dari tempat yang satu ke tempat yang lainnya, dari hutan yang satu ke hutan yang lainnya. Akhirnya pada tanggal 28 Februari 1862 Hidayatullah berhasil di tangkap bersama anggota keluarga yang ikut bergerilya. Hidayatullah bersama anggota keluarganya kemudian di asingkan ke Cianjur, Jawa Barat. Sementara itu Pangeran Antasari terus melanjutkan perlawanan. Oleh para pengikutnya Antasari kemudian diangkat sebagai pejuang dan pemimpin tertinggi agama Islam dengan gelar : penembahan Amiruddin Kalifatullah Mukminin.   
3.7.Ac eh Berjihad
           Pada 26 desember 2004 terjadi tsunami di aceh  terjadi karena adanya gempa bumi yang begitu dahsyat dengan kekuatan 9,3 skala Richter terletak di samudra Indonesia, kurang lebih 160 km sebelah barat aceh pada kedalaman 10 km . tsunami itu telah meluluhlantakkan aceh.Aceh juga di kenal sebagai serambi mekah. Aceh merupakan daerah pertama masuknya islam di Nusantara. Di samping itu aceh juga pernah menjadi pangkalan/pelabuhan haji untuk seluruh Indonesia.
          Sungguh Aceh ibarat Serambi Mekah  merupakan daerah dan kerajaan yang berdaulat. Tetapi kedaulatan mulai terganggu karena keserakahan dan dominasi belanda. Penjajahan belanda ini telah berimbas ke aceh sehingga melahirkan “perang aceh”, perangnya para pejuang untuk berjihad melawan kezaliman kaum penjajah pada tahun 1873-1912.
a.      Mengapa dan apa latar belakang terjadi perang di Aceh itu?
1.      Aceh memiliki kedudukan yang strategis daerahnya luas dan memiliki hasil penting. Karena itu dalam  rangka mewujudkan pax neerlandica, belanda sangat berambisi untuk menguasai aceh. Begitu juga zaman pemerintahan Hindia Belanda. Pada tanggal 17 maret 1824 muncul traktat London. traktat London itu adalah hasil kesepakatan antara inggris dan Belanda yang isinya bahwa belanda telah mendapatkan kembali tanah jajahannya di kepulauan nusantara, tidak diberikan menganggu kedaulatan aceh.
2.      Pada tahun 1825  inggris sudah menyerahkan sibolga dan natal kepada belanda. Belanda tinggal menunggu momen yang tepat untuk dapat melakukan intervensi di aceh. Belanda juga bergerak di wilayah perairan aceh dan selat malaka. Dengan alasan menjaga keamanan kapal-kapal yang sering diganggu  oleh para pembajak maka belanda menduduki beberapa daerah seperti Baros dan singkel.
3.      Pada tanggal 1 februari 1858, Belanda menyodorkan perjanjian dengan sultan siak, sultan ismail. Perjanjian inilah yang di kenal dengan Traktat Siak. Ini artinya daerah- daerah yang berada di bawah pengaruh siak dan Indragiri berada di bawah dominasi Hindia belanda. Padahal daerah-daerah itu sebenarnya berada di bawah lindungan kesultanan aceh.
4.      Pada tanggal 2 november 1871. Isi trektat Sumatra itu antara lain inggris memberi kebebasab kepada belanda untuk memperluas daerah kekuasaannya di seluruh Sumatra. Dalam posisi yang terus terancam ini aceh berus          ha mencari sekutu dengan Negara-negara lain. Pada tahun 1873 aceh kemudian mengirim utusan yakni Habib Abdurrahman pergi ke turki untuk meminta bantuan senjata.
5.      Langkah- langkah itu di ketahui oleh belanda. Oleh karena itu, Belanda mengancam mengancam dan mengultimatum agar kesultanan aceh tunduk di bawah pemerintahan Hindia Belanda. Pada tanggal 26 maret 1873 belanda melalui komisaris Niuwenhuijzen mengumumkan perang terhadap aceh. Para pejuang aceh di bawah pemerintahan sultan Mahmud syah IImengobarkan semangat jihad angkat senjata untuk melawan kezaliman Belanda.
B. Syahid atau menang
               Agresi tentara Belanda terjadi pada tanggal 5 April 1873. Tentara Belanda di bawah pimpinan Jenderal Mayor J.H.R. Kohler terus melakukan serangan terhadap pasukan Aceh. Pasukan Aceh yang terdiri atas para ulebalang, ulama, dan rakyat terus mendapat gempuran dari pasukan Belanda. Dengan memperhatian hasil laporan spionase Belanda yang mengatakan bahwa Aceh dalam keadaan lemah secara politik dan ekonomi, membuat para pemimpin Belanda termasuk Kohler optimis bahwa Aceh segera dapat ditundukkan. Oleh karena itu, serangan-serangan tentara Belanda terus diintensifkan. Tetapi kenyataannya tidak mudah menundukkan para pejuang Aceh. Dengan kekuatan yang ada para pejuang Aceh mampu memberikan perlawanan sengit. Pertempuran terjadi kawasan pantai, kemudian juga di kota, bahkan pada tanggal 14 April 1873 terjadi pertempuran sengit antara pasukan Aceh dibawah pimpinan Teuku Imeum Lueng Bata melawan tentara Belanda di bawah pimpinan Kohler untuk memperebutkan Masjid Raya Baiturrahman. Dalam pertempuran memperebutkan Masjid Raya Baiturrahman ini pasukan Aceh berhasil membunuh Kohler di bawah pohon dekat masjid tersebut. Pohon ini kemudian dinamakan Kohler Boom. Banyak jatuh korban dari pihak Belanda. Begitu juga tidak sedikit korban dari pihak pejuang Aceh yang mati syahid.
            Terbunuhnya Kohler ini maka pasukan Belanda ditarik mundur ke pantai. Dengan demikian gagallah serangan tentara Belanda yang pertama. Ini membuktikan bahwa tidak mudah untuk segera menundukkan Aceh. Karena kekuatan para pejuang Aceh tidak semata-mata terletak pada kekuatan pasukannya, tetapi juga terkait hakikat kehidupan yang didasarkan pada nilai-nilai agama dan sosial budaya yang sesuai dengan ajaran Al-Qur’an. Doktrin para pejuang Aceh dalam melawan Belanda hanya ada dua pilihan “syahid atau menang”. Dalam hal ini nilai-nilai agama senantiasa menjadi potensi yang sangat menentukan dalam menggerakkan perlawanan terhadap penjajahan asing. Oleh karena itu, Perang Aceh berlangsung begitu lama
             Setelah melipatgandakan kekuatannya, pada tanggal 9 Desember 1873 Belanda melakukan agresi atau serangan yang kedua. Serangan ini dipimpin oleh J. van Swieten. Pertempuran sengit terjadi istana dan juga terjadi di Masjid Raya Baiturrahman. Para pejuang Aceh harus mempertahankan masjid dari serangan Belanda yang bertubi-tubi. Masjid terus dihujani peluru dan kemudian pada tanggal 6 Januari 1874 masjid itu dibakar. Para pejuang dan ulama kemudian meninggalkan masjid. Tentara Belanda kemudian menuju istana. Pada tanggal 15 Januari 1874 Belanda dapat menduduki Istana setelah istana dikosongkan, karena Sultan Mahmud Syah II bersama para pejuang yang lain meninggalkan istana menuju ke Leueung Bata dan diteruskan ke Pagar Aye (sekitar 7 km dari pusat kota Banda Aceh). Tetapi pada tanggal 28 Januari 1874 sultan meninggal karena wabah kolera.
                 Jatuhnya Masjid Raya Baiturrahman dan istana sultan, Belanda menyatakan bahwa Aceh Besar telah menjadi daerah kekuasaan Belanda. Para ulebalang, ulama dan rakyat tidak ambil pusing dengan pernyataan Belanda. Mereka kemudian mengangkat putra mahkota Muhammad Daud Syah sebagai sultan Aceh. Tetapi karena masih di bawah umur maka diangkatlah Tuanku                                  Hasyim Banta Muda sebagai wali atau pemangku sultan sampai tahun 1884. Pusat pemerintahan di Indrapuri (sekitar 25 km arah tenggara dari pusat kota). Semangat untuk melanjutkan perang terus menggelora di berbagai tempat. Pertempuran dengan Belanda semakin meluas ke daerah hulu. Sementara itu tugas van Swieten di Aceh dipandang cukup. Ia digantikan oleh Jenderal Pel. Sebelum Swieten meninggalkan Aceh, ia mengatakan bahwa pemerintah Hindia Belanda akan segera membangun kembali masjid raya yang telah dibakarnya. Tentu hal ini dalam rangka menarik simpati rakyat Aceh.
            Para pejuang Aceh tidak mengendorkan semangatnya. Di bawah pimpinan ulebalang, ulama dan ketua adat, rakyat Aceh terus mengobarkan perang melawan Belanda. Semangat juang semakin meningkat seiring pulangnya Habib Abdurrahman dari Turki pada tahun 1877. Tokoh ini kemudian menggalang kekuatan bersama Tengku Cik Di Tiro. Pasukannya terus melakukan serangan-serangan ke pos-pos Belanda. Kemudian Belanda menambah kekuatannya sehingga dapat mengalahkan serangan – serangan yang dilakukan pasukan Habib Abdurrahman dan Cik Di Tiro. Di bawah pimpinan Van der Heijden, Belanda berhasil mendesak pasukan Habib Abdurrahman, bahkan Habib Abdurrahman akhirnya menyerah kepada Belanda. Sementara Cik Di Tiro mendur ke arah Sigli untuk melanjutkan perlawanan. Belanda berhasil menguasai beberapa daerah seperti Seunaloh, Ansen Batee
C. Perang Sabil
            Tahun 1884 merupakan tahun yang sangat penting, karena Muhammad Daud Syah telah dewasa maka secara resmi dinobatkan sebagai sultan dengan gelar Sultan Ala’uddin Muhammad Daud Syah bertempat di Masjid
            Indrapuri. Pada waktu upacara penobatan ini para pemimpin Perang Aceh seperti Tuanku Hasyim, Panglima Polim, Tengku Cik Di Tiro memproklamirkan “Ikrar Prang Sabi” (Perang Sabil). Perang Sabil merupakan perang melawan kaphee Beulanda (kafir Belanda), perang suci untuk membela agama, perang untuk mempertahankan tanah air, perang jihad untuk melawan kezaliman di muka bumi. Setelah penobatan itu, mengingat keamanan istana di Indrapuri dipindahkan ke Keumala di daerah Pidie (sekitar 25 km sebelah selatan kota Pidie). Dari Istana Keumala inilah semangat Perang Sabil digelorakan.
           Dengan digelorakan Perang Sabil, perlawanan rakyat Aceh semakin meluas. Apalagi dengan seruan Sultan Muhammad Daud Syah yang menyerukan gerakan amal untuk membiayai perang, telah menambah semangat para pejuang Aceh. Cik Di Tiro mengobarkan perlawanan di Sigli dan Pidie. Di Aceh bagian barat tampil Teuku Umar beserta isterinya Cut Nyak Dien. Pertempuran sengit terjadi di Meulaboh. Beberapa pos pertahanan Belanda berhasil direbut oleh pasukan Teuku Umar. Pasukan Aceh dengan semangat jihadnya telah menambah kekuatan untuk melawan Belanda. Belanda mulai kewalahan di berbagai medan pertempuran. Belanda mulai menerapkan strategi baru yang dikenal dengan “Konsentrasi Stelsel atau Stelsel Konsentrasi”.
             Strategi Konsentrasi Stelsel itu ternyata juga belum efektif untuk dapat segera menghentikan perang di Aceh. Bahkan dengan strategi itu telah menyebarkan perlawanan rakyat Aceh dari tempat yang satu ke tempat yang lain. Perang gerilya juga mulai dilancarkan oleh para pejuang Aceh. Gerakan pasukan Teuku Umar juga terus mengalami kemajuan. Pertengahan tahun 1886 Teuku Umar berhasil menyerang dan menyita kapal Belanda Hok Canton yang sedang berlabuh di Pantai Rigaih. Kapten Hansen (seorang berkebangsaan Denmark)
            nakhoda kapal yang diberi tugas Belanda untuk menangkap Teuku Umar justru tewas dibunuh oleh Teuku Umar. Ditengah-tengah perjuangan itu pada tahun 1891 Tengku Cik Di Tiro meninggal. Perjuangannya melawan Belanda dilanjutkan oleh puteranya yang bernama Tengku Ma Amin Di Tiro. Kemudian terpetik berita bahwa pada tahun 1893 Teuku Umar menyerah kepada Belanda. Teuku Umar kemudian dijadikan panglima tentara Belanda dan diberi gelar Teuku Johan Pahlawan. Ia diizinkan untuk membentuk kesatuan tentara beranggotakan 250 orang. Peristiwa ini tentu sangat berpengaruh pada semangat juang rakyat Aceh. Nampaknya Teuku Umar juga tidak serius untuk melawan bangsanya sendiri. Setelah pasukannya sudah mendapatkan banyak senjata dan dipercaya membawa dana 800.000 gulden, pada 29 Maret 1896 Teuku Umar dengan pasukannya berbalik dan kembali melawan Belanda. Peristiwa inilah yang dikenal dengan Het verraad van Teukoe Oemar (Pengkhianatan Teuku Umar). Teuku Umar berhasil menyerang pos-pos Belanda yang ditemui
             Peristiwa itu membuat Belanda semakin marah dan geram. Sementara untuk menghadapi semangat Perang Sabil Belanda juga semakin kesulitan. Oleh karena itu tidak ada pilihan lain untuk melaksanakan usulan Snouck Horgronye untuk melawan Aceh dengan kekerasan. Perlu diketahui bahwa sebelum itu Belanda telah meminta Snouck Horgronye agar melakukan kajian tentang seluk beluk kehidupan dan semangat juang orang-orang Aceh, sehingga dapat ditemukan strategi untuk segera mengalahkan para pejuang Aceh. Snouck Horgronye mulai menyamar memasuki kehidupan di tengah-tengah kehidupan masyarakat Aceh. Ia memakai nama samaran Abdul Gafar. Ia telah mempelajari agama Islam dan adat budaya Aceh. Snouck Horgronye menyimpulkan bahwa para pejuang Aceh itu sulit dikalahkan karena disemangati oleh semangat jihad dengan tali ukhuwah Islamiyahnya. Oleh karena itu Snoukck Horgronye mengusulkan beberapa cara untuk melawan perjuangan rakyat Aceh. Beberapa usulan itu adalah sebagai berikut.
1.      Perlu memecah belah persatuan dan kekuatan masyarakat Aceh, sebab di lingkungan masyarakat Aceh terdapat rasa persatuan antara kaum bangsawan, ulama, dan rakyat.
2.      Menghadapi kaum ulama yang fanatik dalam memimpin perlawanan harus dengan kekerasan, yaitu dengan kekuatan senjata.
3.       Bersikap lunak terhadap kaum bangsawan dan keluarganya dan diberi kesempatan untuk masuk ke dalam korps pamong praja dalam pemerintahan kolonial Belanda.
             Belanda segera melaksanakan usulan-usulan Snouck Horgronye tersebut. Belanda harus menggempur Aceh dengan kekerasan dan senjata. Untuk memasuki fase ini dan memimpin perang melawan rakyat Aceh, diangkatlah gubernur militer yang baru yakni van Heutsz (1898-1904) menggantikan van Vliet. Genderang perang dengan kekerasan di mulai tahun 1899. Perang ini berlangsung 10 tahun. Oleh karena itu, pada periode tahun 1899 – 1909 di Aceh disebut dengan masa sepuluh tahun berdarah (tien bloedige jaren) .
              Semua pasukan disiagakan dengan dibekali seluruh persenjataan. Van Heutsz segera melakukan serangan terhadap pos pertahanan para pemimpin perlawanan di berbagai daerah. Dalam hal ini Belanda juga mengerahkan pasukan anti gerilya yang disebut Korps Marchausse (Marsose) yakni pasukan yang terdiri dari orang-orang Indonesia yang berada di bawah pimpinan opsir-opsir Belanda. Mereka pandai berbahasa Aceh. Dengan demikian mereka dapat bergerak sebagai informan. Dengan kekuatan penuh dan sasaran yang tepat karena adanya informan-informan bayaran, serangan Belanda berhasil mencerai-beraikan para pemimpin perlawanan. Teuku Umar bergerak menyingkir ke Aceh bagian barat dan Panglima Polem dapat digiring dan bergerak di Aceh bagian timur.
          Di Aceh bagian barat Teuku Umar mempersiapkan pasukannya untuk melakukan penyerangan secara besar-besaran ke arah Meulaboh. Tetap tampaknya persiapan Teuku Umar ini tercium oleh Belanda. Maka Belanda segera menyerang benteng pertahanan Teuku Umar. Terjadilah pertempuran sengit pada Februari 1899. Dalam pertempuran ini Teuku Umar gugur sebagai suhada. Perlawanan dilanjutkan oleh Cut Nyak Dien. Cut Nyak Dien dengan pasukannya memasuki hutan dan mengembangkan perang gerilya.
          Perlawanan rakyat Aceh belum berakhir. Para pejuang Aceh di bawah komando sultan dan Panglima Polem terus berkobar. Setelah istana kerajaan di Keumala diduduki Belanda, sultan melakukan perlawanan dengan berpindah-pindah bahkan juga melakukan perang gerilya. Sultan menuju Kuta Sawang kemudian pindah ke Kuta Batee Iliek. Tetapi kuta-kuta ini berhasil diserbu         Belanda. Sultan kemudian menyingkir ke Tanah Gayo. Pada tahun berikutnya Belanda menangkap istri sultan, Pocut Murong. Karena tekanan Belanda yang terus menerus, pada Januari 1903 Sultan Muhammad Daud Syah terpaksa menyerah. Demikian siasat licik dari Belanda. Cara licik ini.
kemudian juga digunakan untuk mematahkan perlawanan Panglima Polem dan Tuanku Raha Keumala. Istri, ibu dan anak-anak Panglima Polem ditangkap oleh Belanda. Dengan tekanan yang bertubi-tubi akhirnya Panglima Polem juga menyerah pada 6 Serptember 1903. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Kerajaan Aceh yang sudah berdiri sejak 1514 harus berakhir.
         Kerajaan boleh berakhir, tetapi semangat juang rakyat Aceh untuk melawan dominasi asing sulit untuk dipadamkan. Sementara Cut Nyak Dien terus mengobarkan perang jihad dengan bergerilya. Tetapi setelah pos pertahan pasukannya dikepung tentara Belanda pada tahun 1906 Cut Nyak Dien berhasil ditangkap. Ia dibuang ke Sumedang, Jawa Barat sampai meninggal pada tanggal 8 November 1908. Namun perjuangan rakyat Aceh juga belum berakhir. Di daerah Pidie sejumlah ulama masih terus melancarkan serangan ke pos-pos Belanda. Tokoh-tokoh ulama itu misalnya Teungku Mahyidin Tiro bersama istrinya Teungku Di Bukiet Tiro, Teungku Ma’at Tiro, Teungku Cot Plieng. Semua ulama ini gugur dalam Perang Sabil melawan kezaliman Belanda. Ulama yang terakhir mengadakan perlawaan di Pidie ini adalah Teungku Ma’at Tiro yang waktu itu baru berusia 16 tahun. Tetapi setelah dikepung di Pegunungan Tangse Teungku Ma’at Tiro berhasil ditembak mati oleh Belanda pada tahun 1911. Ia mati syahid gugur sebagai kusuma bangsa.
          Sementara itu di pesisir utara dan timur Aceh juga masih banyak para ulama dan pemimpin adat yang terus melakukan perlawanan. Misalnya Teuku Ben Pirak (ayah Cut Nyak Mutia), Teuku Cik Tinong (suami Cut Nyak Mutia). Setelah ayah dan suaminya gugur, Cut Nyak Mutia melanjutkan perang melawan kekejaman Belanda. Cut Nyak Mutia sesuai dengan pesan suaminya Teuku Cik Tunong sebelum ditembak mati oleh Belanda disarankan untuk menikah dengan Pang Nanggru. Oleh karena itu, Cut Nyak Mutia dapat bersama-sama melawan Belanda dengan Pang Nanggru. Pada tanggal 26 September 1910 terjadi pertempuran sengit di Paya Cicem. Pang Nanggru tewas dan Cut Nyak Mutia berhasil meloloskan diri. Bersama puteranya Raja Sabil (baru usia 11 tahun), Cut Nyak Mutia terus memimpin perlawanan. Tetapi Cut Nyak Mutia akhirnya dapat didesak dan gugur setelah beberapa peluru menembus kaki dan tubuhnya. Ulama yang lain seperti Teungku Di Barat bersama istrinya Cut Po Fatimah masih melanjutkan perlawanan, tetapi suami-istri itu akhirnya juga gugur tertembak oleh keganasan peluru Belanda pada tahun 1912. Demikian Perang Sabil yang digelorakan rakyat Aceh secara massal baru berakhir pada tahun 1912. Tetapi sebenarnya masih ada gerakan-gerakan perlawanan lokal yang berskala kecil yang sering terjadi. Bahkan dikatakan perang-perang kecil itu berlangsung sampai tahun 1942.
3.8  Perang Batak
              Setelah Perang Padri berakhir, Belanda terus meluaskan daerah pengaruhnya. Belanda mulai memasuki tanah Batak. Hal ini merupakan ancaman serius bagi kekuasaan Raja Batak, Si Singamangaraja XII. Masuknya dominasi Belanda ke tanah Batak ini juga disertai dengan penyebaran agama Kristen. Penybaran agama Kristen sangat ditentang oleh Si Singamangaraja XII, karena dikhawatirkan  agama Kristen akan menghilangkan tatanan tradisional dan bentuk kesatuan negeri yang ada secara turun-temurun. Pada tahun 1877 raja Si Singamangaraja XII berkampanye keliling ke daerah-daerah untuk menghimbau agar masyarakat mengusir para zending yang memaksakan agama Kristen kepada penduduk. Akibat kampanye Raja Singamangaraja XII telah menimbulkan ekses pengusiran para zending bahkan ada penyerbuan dan pembakaran terhadap pos-pos zending di Silindung. Kejadian ini telah memicu kemarahan Belanda dengan alasan melindungi para zending, tanggal 8 Januari 1878 Belanda mengirim pasukan untuk menduduki Silindung. Pecahlah Perang Batak.
           Penyebab Perang Batak yaitu Belanda membuat alasan bahwa mereka melawan Silindung karena melindungi para zending. Karena yang jelas Belanda menduduki Silindung sebagai langkaah awal untuk memasuki tanah Batak.mula ertama pasukan Belanda yang dipimpin oleh Kapten Schelten menuju bahal batu. Rakyat batak yang dipimpin langsung oleh Si Singamangaraja XII melakukan erlawanan terhadap gerakan pasukan Belanda di Bahal Batu. Dalam perang ini rakyat Batak sudah mnenyiapkan benteng pertahanan. Seperti benteng alam yang terletak di dataran tinggi Danau Toba dan Silindung. Di samping itu juga dikembangkan benteng buatan yang adaa di perkampungan. Pertempuran pertama terjadi di Bahal Batu, Si Singamangaraja XII dengan pasukannya berusaha melakukan perlawanan sekuat tenaga. Tetapi kekuatan pasukan batak tidk sesuai dengan kekuatan asukan Belanda. Sehinnga pasukan si Singamangaraja ditaarik mundur. Karena ada gerakan mundur tadi, pasukan Si Singamangaraja XII juga melakukan penyerangan pada ps-pos Belanda yang lain.
             Perang batak ini semakin meluas, setelah berhasil menggagalkan berbagai serangan pasukan Si Singamangaraja XII, Belanda bergerak menuju ke Bakkara. Bakkara merupakan benteng dan istana Kerajaan Si simgamangaraja. Denag jumlah pasukan yang besar, Belanda mengepung bakkara. Beberapa komandan tempur ingin memasuki benteng Bakkara, tetapi selalu dapat dihalau dengan lemparan batu oleh pejuang batak. Akhirnya benteng dan Istana bakkara dihujani tembakan –tembakan, sehingga bakkara dapat diduduki balanda. Si Singamangarajaa XII bersama pasukannya berhasil meloloskan diri dan menyingkir ke daerah Paranginan. Belanda terus memburu, Si Singamangaraja menyingkir ke Lintung. Belanda terus mengejar, dan Singamangaraja XII terus bergerak ke tambunan., lagu, Boti, terus ke Baligie. Belanda dapat menguasai daerah itu semua, sehingga semua daerah i sekitar Danau Toba sudah dikuasai Belanda.
             Si Singamangaraja XIIdengan sisa pasukannya bergerak menuju Huta Puong. Pada Julitahun 1889 Si Singamangaraja XII kembali angkat senjata melawan ekspedisi Belanda. Pada tanggal 4 september 1899 Huta Puong juga jatuh e tangan Belanda.Si Singamangaraja XII membuat pertahanan di Pakpak dan dairi, dan pasukan belanda melakukan sapu bersih dari Aceh sampai tanah Gayo, termasuk yang ada di Batak. Tahun 1907 pasukan Belanda di bawah komando Hans Christoffel memfokuskan untuk mengangkap Si Singamangaraja XII. Ia berhasil dikepung rapat didaerah segitiga Barus sidiklang dan Singkel. Dalam pengepungan ini Belanda melakukan cara licik yakini dengan menangkap istrinya yang bernama Boru Sagala dan dua orang putranya. Tetapi dengan beban psikologis yang berat Si Singamangaraja Xii tetap bertahan. Tanggal 7 juni 1907 siang pasukan belanda dikerahkan untu menangkap Si Singamangaraja XII di pos pertahanannya di Aik Sibulbulon. Dalam keadaan terdesak Si Singamangaraja XII dengan putranya melakukan perlawanan sekuat tenaga. Tetapi dalam pertempuran Si Singamangaraja XII tertembak mati, begitu juga putrinya Lopian dan dua orang putranya Sultan nagari dan Patuan. Dengan demikian berakhirlah perang Batak.
Kamu tahu bagaimana jalannya Perang Batak ?
         Alasan untuk melindungi para Zending tentu alasan yang dibuat-buat Belanda. Karena yang jelas Belanda menduduki Silindung sebagai langkah awal untuk memasuki tanah Batak yang merupakan wilayah kekuasaan Raja Si Singamangaraja XII. Belanda ingin menguasai seluruh tanah Batak. Pertempuran pertama terjadi di Bahal Batu. Si Singamangaraja XII dengan pasukannya berusaha memberikan perlawanan sekuat tenaga. Tetapi nampaknya kekuatan pasukan Batak tidak seimbang dengan kekuatan tentara Belanda, sehingga pasukan Si Singamangaraja ini harus ditarik mundur.
Akibatnya justru pertempuran merembet ke daerah lain, misalnya sampai di Butar. Karena dengan gerakan mundur tadi, pasukan Si Singamangaraja XII juga melakukan penyerangan pada pos-pos Belanda yang lain. Bakkara merupakan benteng dan istana Kerajaan Si Singamangaraja. Dengan jumlah pasukan yang cukup besar Belanda mulai mengepung Bakkara. Letnan Kitchner menyerang dari arah
selatan, Chelter mendesak dari sebelah timur, sementara Van den Bergh mengepung dari arah barat.
       Si Singamangaraja XII dengan sisa pasukannya bergerak menuju HutaPuong. Pada Juli tahun 1889 Si Singamangaraja XII kembali angkat senjata melawan ekspedisi Belanda. Di HutaPuong ini pasukan Si Singamangaraja XII bertahan cukup lama. Tetapi pada tanggal 4 September 1899 HutaPuong juga jatuh
ke tangan Belanda. Si Singamangaraja XII kemudian membuat pertahanan di Pakpak dan Dairi. Pasukan Belanda di bawah komando van Daden mengadakan gerakan sapu bersih terhadap kantong-kantong pertahanan dari Aceh sampai tanah Gayo, termasuk yang ada di tanah Batak . Tahun 1907
pasukan Belanda di bawah komando Hans Christoffel memfokuskan untuk menangkap Si Singamangaraja XII. Si Singamangaraja XII berhasil dikepung rapat di daerah segitiga Barus Sidikalang dan Singkel. Dalam pengepungan ini Belanda menggunakan cara licik yakni menangkap Boru Sagala, istri Si Singamangaraja XII dan dua anaknya. Dengan beban psikologis yang berat Si Singamangaraja XII tetap bertahan, tidak mau menyerah. Akhirnya pada tanggal 17 Juni 1907 siang pasukan Belanda dikerahkan untuk menangkap Si Singamangaraja XII di pos pertahanannya di Aik Sibulbulon di daerah Dairi. Dalam keadaan terdesak, Si Singamangaraja XII dengan putera-puteranya tetap bertahan dan melakukan perlawanan sekuat tenaga. Tetapi dalam pertempuran itu Si Singamangaraja XII tertembak mati. Begitu juga putrinya Lopian dan dua orang puteranya Sutan Nagari dan Patuan. Dengan demikian berakhirlah Perang Batak.






                                                              KESIMPULAN Bab 1
1.  Perlawanan yang terjadi pada abad ke-16 di berbagai daerah ditujukan kepada                                               
     Portugis, Spanyol dan Belanda. Kemudian perawanan rakyat pada abad ke 17 dan 18
     umumnya ditujukan kepada dominasi kongsi dagang VOC (Belanda).
2.  Perlawanan rakyat Indonesia dilatarbelakangi karena tidakan monopoli, keserkahan dan    
     intervensi politik dengan devide et imperadari pemerintahan kongsi dagang itu.
3.  Perlawanan rakyat Indonesia itu umumnya memang dapat dipatahkan oleh kekuatan musuh
     yang sering berlaku licik dan memiliki persenjataan yang lebih lengkap.
4.  Akibat dominasi pemerintahan kongsi dagang dan kekalahan perlawanan rakyat
     berdampak sebagian besar Kepulauan Indonesia dikuasai kekuasaan asing terutama VOC.
5.  Perilaku penjajahan itu tidak sesuai dengan fitrah dan hak asasi manusia maka harus
     dilawan.
                                                            
KESIMPULAN Bab 2
1.  Perang yang terjadi pada abad ke-18 dan 19 dan awal 20 merupakan perlawanan terhadap
     pemerintah kolonial Hindia Belanda.
2.  Pemerintah kolonial Belanda tetap menjalankan taktik perang yang licik dan kejam. Tipu
     daya pura-pura mengajak damai, mengadu domba dan menangkapi anggota keluarga   
     pimpinan perang Indonesia terus dilakukan.
3. Perang melawan penjajahan pemerintahan kolonial Hindia Belanda memang belumberhasil,
     tetapi semangat juang rakyat dan para pemimpin perang kita tidak pernah padam.
     Kedaulatan dan kemerdekaan rakyat Indonesia harus terus diperjuangkan agar bebas dari
     penjajahan. Penjajahan pada hakikatnya selalu kejam, menangnya sendiri, serakah, tidak
     memperhatikan penderitaan orang lain. Penjajahan senantiasa bertentangan dengan harkat
     dan hak asasi manusia.
4.  Banyak nilai-nilai keteladanan yang dapat kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari,
     misalnya semangat cinta tanah air, rela berkorban, kebersamaan, kerja keras pantang
     menyerah dengan berbagai tantangan, sehingga dapat memotivasi kita untuk kerja keras
     dan    giat belajar.

Tag : Materi
8 Komentar untuk "Ringkasan Sejarah Bab 2 kelas11"


Saya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.

Nama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.

Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.

Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.

Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut

Anjir ringkasan panjang amat bang

Back To Top